Baik dan Buruk
Beberapa saat yang lalu, aku tiba-tiba melihat postingan di salah satu sosial media tentang anime yang pernah aku tonton, yaitu Attack on Titan.
Tiba-tiba, ada hal yang membuatku penasaran untuk melihat kabar
terbarunya. Aku sendiri terakhir mengikutinya saat masih sekolah, di
mana season terakhir yang aku saksikan adalah season kedua (yang isinya kebanyakan tentang Eren Jaeger yang diculik oleh Reiner Braun dan Berthold Hoovar).
Aku lalu mendapati bahwa season ketiga
ternyata sudah rilis. Mengetahui fakta ini, aku menjadi penasaran
sehingga memutuskan untuk menonton kembali anime ini, tepatnya hanya season ketiga.
Pada bagian ini, ada hal-hal yang menarik perhatianku. Aku benar-benar
memperhatikan alur ceritanya, dan sedikit terkejut.
Pada
bagian pertama, ia banyak menceritakan tentang politik. Barulah pada
bagian kedua, ia menceritakan kembali pertarungan antara manusia dan
titan (dalam merebut dinding Maria kembali).
Setelah menonton season ketiga, aku kembali menonton season pertama.
Namun, yang kutonton hanyalah bagian di mana pasukan pengintai akan
pergi menuju ke dinding Maria (sejenis simulasi sebelum mencapai distrik
Siganshina, kampung halaman Eren Jaeger).
Lalu cerita berlanjut hingga sampai kembali di distrik Stohess dinding Sina, dan aku tertegun dengan scene ini, antara Armin Arlert dan Annie Leonhart. Berikut adalah kutipan yang dikatakan oleh tokoh Armin Arlert.
Orang yang baik? Aku tidak terlalu menyukai istilah itu.
Itu kelihatannya hanya berlaku bagi orang yang baik kepadamu.
Kembali lagi ke dunia nyata, di mana inilah yang tertarik untuk aku bahas lebih lanjut.
Dalam
banyak masa, kebaikan dalam hidup adalah hal yang benar-benar relatif.
Terkadang, tidak ada kepastian terkait batas antara hal yang baik dan
hal yang buruk. Pun, bagaimana kita menilai seseorang itu baik atau
tidak.
Sekarang, aku mengganti kata aku menjadi kita.
Kita
tidak membicarakan hal-hal yang sudah pasti di sini, namun tentang
hal-hal yang tidak pasti di dunia ini, yaitu baik atau buruknya karakter
seseorang.
Ambil
sebuah contoh, ketika seseorang datang kepada kita dan memberikan kita
hadiah setiap hari. Maka, sudah pasti kita melabeli dirinya dengan label
orang baik (walau mungkin pada beberapa saat kita akan memikirkan hal
yang berbeda). Namun, di sisi lain, orang tidak melulu berpikir
demikian. Beberapa melabeli dirinya dengan label orang yang biasa saja,
standar. Namun pada beberapa momen, ada pula yang melabelinya sebagai
orang yang buruk. Pada akhirnya, semua itu berdasarkan pengalaman.
Apa-apa
yang pernah kita alami dan dipengaruhi olehnya, maka hal itu juga
memengaruhi bagaimana pandangan kita terhadap takaran baik atau buruknya
seseorang.
Pelajarannya,
tinggal bagaimana kita sebagai manusia untuk menciptakan pengalaman
yang baik itu. Bukan tidak ada alasan kita berbuat baik dan menjadi
baik, tiap-tiap kita punya alasan.
Dan
memang, atas dasar inilah, kita tidak bisa menjadi baik sepenuhnya di
perspektif orang lain. Ada banyak hal yang memengaruhi, salah satunya
adalah bagaimana pengalaman tadi bekerja, antara kita dan orang lain.
Kangen
BalasHapusSama ^_^
Hapus