Antara Narsisme dan Self-Love




Mencintai diri sendiri itu tidak sama dengan narsisme. 

Sebuah kekata yang kudapatkan dari salah satu siaran dari Menjadi Manusia, sukses membuat pagiku menjadi lebih bersemangat.
Akhir-akhir ini, isu terkait dengan "diri sendiri" menjadi adalah hal yang sangat hangat diperbincangkan. Ada banyak istilah di sana; self development, selp help, self care, self acceptance, hingga salah satu yang menyambut pagiku kali ini, yaitu self love. Jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia, bermakna mencintai diri sendiri. 

Mungkin, definisi dari mencintai diri sendiri adalah abstrak, layaknya kata cinta yang sebenarnya sukar untuk didefinisikan. Ada yang bilang, bahwa cinta adalah ketika seseorang mengorbankan sesuatu untuk yang ia cinta. Kalau hanya berkorban, kita setiap hari mengorbankan waktu yang terbuang sia-sia, apakah itu disebut cinta? Ada pula yang menyampaikan bahwa cinta adalah ketika kita rela menunggu. Lantas, apakah menunggu hujan mereda lantas membuat kita menjadi bagian dari pluviophile si pemuja hujan? Pun banyak definisi lainnya tentang cinta. Makna cinta ternyata tidak absolut!

Ada banyak literatur yang mengungkit masalah cinta, namun kali ini yang dibahas bukan masalah cinta secara global, bukan antara dua insan sehidup semati; bukan. Tapi ini adalah tentang aku dan diriku. Tentang kamu dan dirimu. Tentang kita dan diri kita. 

Mencintai diri sendiri memiliki banyak makna. 

Seperti cinta pada umumnya, cinta diri sendiri; bisa dimaknai ketika kita mampu atau mau untuk menerima diri kita seutuhnya. Kita bersyukur dengan apa-apa yang saat ini kita punya. Kita bersyukur dengan kelebihan yang kita punya, dan menyadari kekurangan yang kita punya. Lebih lanjut, kita berusaha menyikapi kekurangan kita dengan sikap yang sehat; tidak berlebihan dan tidak terlalu meremehkan.

Mencintai diri sendiri berarti kita menghargai diri sendiri. Mensyukuri hidup, dan berusaha menjalani hidup sebaik-baiknya. Bahkan jika kita pandang jauh-jauh di dunia luar, orang lain tampak bahagia dengan diri mereka, kita pun harus terus berusaha bahagia dengan apa yang kita punya; yang mana hal ini akan menggiring kita ke sebuah ranah yang disebut syukur.

Berbeda halnya dengan narsisme, yang mana hal ini sering dikaitkan dengan proses mencintai diri sendiri. Bukan, narsisme bukan itu. Kita harus memahami lebih jauh apa itu makna narsisme. Narsisme membanggakan diri karena tidak bisa menghadapi kekurangan diri sendiri.  Memposisikan diri seakan tidak ada kekurangan apa pun, nyatanya tidak begitu. Berbanding tebalik dengan proses mencintai diri sendiri; menerima kekurangan yang ada di dalam diri. Menerima diri seutuhnya.

Selamat mencintai diri sendiri!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masih Tentang Hari Kemarin

Dan Dia

Kembali Bertemu