Postingan

Kembali Bertemu

Kadang, yang namanya pertemuan itu tidak terduga.  Tidak terasa, ini sudah memasuki pertengahan 2021. Berlembar hari sudah diwarnai dengan berbagai kisah. Entah, berapa orang yang sudah berlalu lalang selama itu. Serta, tidak terhitung betapa banyak pelajaran kehidupan yang sudah didapatkan. Namun, ada satu hal yang mungkin bisa dibagikan di sini. Tentang perjumpaan, dan cerita di baliknya. Di pertemuan kali ini, udaranya masih sama. Suasananya saja yang lebih berbeda. Mungkin, sebelumnya kita hanya duduk seharian tanpa canda tawa. Namun pada hari itu, terlihat jelas guratan senyum dan tawa cerita pada wajah itu. Kaget. Sama seperti yang telah berlalu, satu hal yang selalu tercatat di benak diriku ketika mengingat perbincangan kita adalah tentang pentingnya memiliki mimpi. Sangat sesuai rasanya jika perkataan demikian kembali dijabarkan lagi. Terkadang, ada fase di mana lelah menyambut. Aku jadi berpikir, jangan-jangan percakapan itu adalah salah satu media; di mana menjadi penyemangat

Dan Dia

Daun pun gugur. Ini sudah purnama yang ke berapa, ya? Siapa yang sebenarnya saya tunggu? Apakah masih dirinya? Saya pernah mendengar suatu pernyataan bahwasanya berharap artinya bersiap untuk kecewa. Pada saat itu, harapan yang saya ilhami adalah pengharapan secara luas. Entah kepada waktu, takdir, nasib, atau bahkan makhluk hidup. Semuanya memiliki potensi untuk menjelma menjadi harapan lalu berbunga di angan. Bisa menjadi nyata atau menyublim bersama angin.  Tahun demi tahun saya lewati. Sungkan rasanya membicarakan tentang hal yang sejujurnya sangat saya hindari. Apalagi jika dikaitkan tentang pengharapan, yang sebenarnya saya sudah tahu mengarah ke mana.  Dia awalnya hanyalah bayang-bayang dedaunan yang rimbun nan sayu karena tipisnya cahaya mentari. Tersembunyi, tidak pernah saya lirik bahkan tidak saya sadari sebelumnya. Saya hanya mendengar namanya saja yang dibawa oleh berbagai manusia yang saya kenal, lalu mengiyakan. Begitu ia lewat, semuanya berlalu begitu saja. Tidak ada in

Masih Tentang Hari Kemarin

Sesuai namanya, Desember ini sepertinya menjadi bulan yang benar-benar kelabu bagi banyak orang. Kumatikan layar ponselku, tetapi sesekali masih aku periksa; barangkali ada pesan yang datang dari temanku. Akhir-akhir ini, aku merasa bahwa aku harus selalu ada ketika ia membutuhkan. Bagaimana tidak, ia baru saja merasakan biru dan beralaskan kelabu . Hingga saat aku menulis unggahan ini, ia sempat berkata, bahwa ia merasakan hal demikian. Berbicara tentang hari kemarin, semuanya tentang kenangan dan ingatan. Ada yang bahagia, ada yang sedih. Jika ditarik garis, mungkin begitu, dua hal tadi sudah cukup menggambarkannya. Ada yang tengah tersenyum, ada pula yang tengah tersenyum sembari menutupi lara di dalam hati. Well, semuanya tengah merasakan apa yang mereka rasakan ketika mengingat kenangan; bahagia atau sedih. Jika kenangan itu tentang bahagia, beberapa orang merasa senang mengingatnya. Namun, tidak jarang pula, beberapa orang justru merasa sedih ketika mengingatnya. Di mana ia tidak

Obrolan Kala Hujan

Waktu itu hujan, aku duduk berhadapan seseorang sembari mengunyah makanan masing-masing. Sesekali kami menjawab obrolan satu sama lain, lalu tersenyum.  Oke, ini bukan narasi romantis.  Duduk bersama kala hujan, mengobrol tentang rasa atau hal yang sejenisnya. Bukan! Ini juga bukan makan malam romantis (ini makan siang, siang) melainkan duduk karena ada sesuatu yang perlu dibicarakan dan dilakukan. Hujan belum berhenti, pun obrolan kami saat itu. Entahlah, duduknya aku di sana seperti menjawab tanya yang kusimpan sejak tahun lalu. Dan dia, seperti mesin penjawab atas sesuatu yang aku cari selama ini. Sekali lagi, bukan narasi romansa kehidupan!  Haha. Kami mengobrol banyak hal. Beberapa hal tidak terpikirkan akan menjadi topik yang dibahas dengan orang ini. Jujur, aku sangat menghormati orang ini sehingga aku cenderung diam dan mengalir ketika diajak mengobrol. Namun obrolan kali ini benar-benar berbeda, sehingga aku tidak tahan untuk ikut berkata-kata.  Salah satu topik yang sempat ka

Porsi Kehidupan

Halo, sudah September! Satu tahun lebih bersama pandemi bukanlah hal yang singkat. Mungkin, banyak sekali manusia yang tadinya selalu berada di luar, tetapi akhirnya bernaung di rumah dalam waktu yang lama. Pun, mereka yang mencintai keberadaan rumah semakin lengket dengan suasananya.  Berbicara tentang berdiam diri di rumah, aku jadi teringat salah satu perkataan temanku. Bahwasanya, keadaan seperti saat ini dikatakan cukup melelahkan dari segi mental. Mungkin, raga boleh beristirahat dari pergerakan. Namun, pikiran tidak terlepas dari  overthinking. Apakah kalian merasakan hal yang sama? Jika iya, selamat. Kalian tidak sendiri. So am I. Terlepas dari kegundahan dan pemikiran negatif yang bermunculan selama di rumah saja, sebenarnya aku menjadi paham akan banyak hal, dari perspektif pribadi, yang menurutku perlu dibagikan di sini. Salah satunya adalah tentang porsi kehidupan. The portion of life , atau, ya, begitulah. Semenjak pandemi, internet menjadi teman karib di waktu luang. Hal

Menjadi Manusia

Apa rasanya menjadi ikan jika dibandingkan dengan menjadi manusia, dengan role yang aku jalani saat ini? Pertanyaan random itu tiba-tiba mengisi kepalaku. Ia timbul di benakku ketika aku tengah memandangi kolam ikan. Sekelompok ikan sedang berenang tanpa arah, berulang kali melalui rute yang sama. Mereka berada di kolam yang sama, bertemu satu sama lain setiap hari. Menunggu makan, atau bahkan istirahat dan bermain dengan kawanannya. Bagiku, bangun tidur tanpa langsung teringat dengan masalah-masalah yang menerpa kehidupan adalah rasa syukur tersendiri. Aku tiba-tiba merindukan masa kecil di mana tawa masih menjadi hal yang murni. Senyum dan tangis hanyalah tentang hal-hal sederhana. Belum ada masalah yang berarti, seperti sebelumnya. Hal-hal terjadi begitu saja. Lalu waktu bergulir, tibalah di masa ketika usia semakin bertambah. Banyak hal-hal yang dilewati, dan terkadang masalah kerap menjadi lebih kompleks. Menjadi beban pikiran yang berarti. Selalu di bawa ke mana saja kaki melang

Mau nangis saja, deh!

Semester akhir adalah fase yang berat bagi kebanyakan orang. Proyek penelitian menanti, laporan perlu dikerjakan, revisi menjadi hal yang pasti, dan lain sebagainya. Belum lagi, tugas harian dan mata kuliah reguler yang perlu diikuti. Satu kata, pusing. Keluhan, air mata, emosi, semua berpadu menjadi satu. Kadang, kita sudah merencanakan A, malah ada kendala sehingga harus memutar otak, beralih ke rencana B. Pun, ketika rencana B sudah selesai, ternyata masih ada masalah lain di depan sana, beralih ke rencana C bukanlah hal yang menguntungkan! Akhirnya, kita melangkah jauh, ke rencana D. Dulu, dulu, dulu sekali kita kerap mendengarkan kisah demikian dari orang yang pendidikannya berada di atas tingkat kita. Mungkin, ada berbagai cerita mengenai frustasi, stres, dan berpikir berlebihan. Kini, tibalah saat kita menghadapi perasaan demikian. Rasa tidak nyaman yang dirasakan setiap terbangun dari tidur, atau ingin rehat sejenak dengan mengobrol dengan teman-teman, semua itu seperti sarapan