Adu Nasib

Kamu enak, aku mah begini...

Masih mending kamu ah...

Banyak-banyak bersyukur. Aku malah...

Are you tired with such sayings? So am I.

Somehow, curhat adalah hal yang cenderung aku hindari. Meskipun banyak narasi yang mengatakan bahwa yang namanya masalah dan beban tidak boleh dipendam, tapi aku merasa lebih nyaman. Nyatanya, self talk adalah senjata paling ampuh untuk menjawab keresahan yang kerap aku pikirkan. 

Kembali lagi ke masalah curhat, aku sering menemukan kasus "adu nasib". Singkatnya, ketika curhat, lawan bicara cenderung membandingkan apa yang tengah diceritakan (curhat) dengan pengalaman pribadinya, bahkan cenderung membandingkan. Beberapa penggalan di awal postingan ini adalah contohnya, dan aku rasa kebanyakan orang merasakan hal demikian. Apakah kamu merasakan hal yang sama? 

Kadang, curhat bukan berarti seseorang ingin meminta saran. Namun hanya ingin didengar, bahkan itu lebih dari cukup. 

Terus, untuk apa sih membandingkan kisah-kisah itu? Karena dirasa linier? Meskipun kisah yang dibagikan terlihat linier, namun tidak berarti mental yang menghadapinya sama. Tidak berarti orang yang mengalaminya punya kekuatan yang sama untuk melawannya.

Manusia terbentuk dari kehidupan yang dinamis dan berbeda satu sama lain. Inilah yang membuat manusia berbeda dalam menyikapi dan mengilhami sesuatu. Masalah boleh sama, namun rasa yang dirasakan belum tentu sama. Belum tentu pula beban yang dirasa dan bagaimana menyikapi beban itu akan sama. Tidak, manusia punya relungnya tersendiri.

Jadi, what is the point of comparing those stuffs?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masih Tentang Hari Kemarin

Dan Dia

Kembali Bertemu