Basa-Basi Itu Baik, Tapi...

Basa-basi atau small talk sudah menjadi hal yang membudaya, seperti ketika bertemu keluaga, kolega, dan lain-lain. Terutama di masa Idul Fithri, ketika bertemu dengan kerabat, teman lama dan yang lainnya, akan terdengar banyak basa-basi untuk memulai percakapan.

Basa-basi memang penting. Seperti dalam relasi bisnis. Dalam rangka menciptakan retensi yang baik (bisa dikatakan). Namun, dalam berbasa-basi, ada poin yang harus dikritisi. Tidak semua hal bisa dijadikan basa-basi secara langsung.

Terkadang, mulut (lisan) kita sering melontarkan basa-basi yang terlalu to the point. Tidak jarang, hal ini membuat lawan bicara menjadi terluka. Seperti bertanya, kapan lulus kuliah, kapan menikah, kok belum punya anak, kenapa belum kuliah, dan lain-lain.

Sometime, it's hurt.. 


Mungkin, niat kita awalnya ingin mencairkan suasana. Namun, bagaimana jadinya jika suasananya malah terlalu cair karena lawan bicara kita sedih atau bahkan kepanasan? 


Kalau memang kita ingin tahu, ada cara lain yang bisa dilakukan. Dengan menggunakan pertanyaan umum dahulu, barulah kemudian pertanyaan yang spesifik secara tidak langsung. Seperti, ketika kita ingin tahu apakah lawan bicara kita kuliah, kita bisa tanya, apa aktivitas sehari-harinya. Dari jawabannya sendiri, lawan bicara akan mengarahkan kita kepada jawabannya. Lebih baik, daripada kita mengatakan "sudah tamat kuliah belum?" yang mana, jika lawan bicara ternyata belum kuliah atau tidak kuliah, dan kalaupun lawan bicara masih kuliah, kedua-duanya akan melukai perasaannya.


Kita perlu berpikir lebih kritis lagi, belajar banyak dari sosialisasi. Bukan hanya tentang cara bicara, namun apa yang dibicarakan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masih Tentang Hari Kemarin

Dan Dia

Kembali Bertemu