Membangun Eksistensi di Tengah Masyarakat Online

Pandemi dan 2020.

Tahun ini nampaknya menjadi tahun yang menandai transformasi komunikasi dan interaksi masyarakat secara besar-besaran. Pada awalnya, masyarakat melakukan kebanyakan aktivitasnya pada lingkup offline dan secara nyata. Namun sekarang, aktivitas di ruang publik mulai dibatasi. Beberapa pertemuan kebanyakan dilakukan secara online atau daring, termasuk aktivitas seperti sekolah dan beberapa jenis pekerjaan. Repetisi aktivitas daring dalam jangka waktu tertentu berpotensi meningkatkan interaksi masyarakat di dunia online, sehingga secara tidak langsung hal ini sudah mengarah pada lingkup sosial baru. Ruang digital sebagai sisi lain dari kehidupan sosial seperti sebelumnya.

Sama halnya seperti dalam kehidupan sosial, keberadaan merupakan hal yang penting. Dalam pengertian menjadi manusia sebagai makhluk sosial, seseorang harus membaur dengan masyarakat dan turut hadir serta berkontribusi pada beberapa aspek di dalam lingkup sosial. Berkaca pada situasi terkini, di mana kehadiran pandemi memengaruhi interaksi masyarakat yang pada mulanya dilakukan secara langsung,  kemudian dilakukan secara online yaitu dengan media sosial.

Dilansir dari situs web Katadata, jika mengacu pada perilisan riset yang dilakukan oleh Wearesosial Hootsuite pada Januari 2019 lalu, pengguna media sosial di Indonesia adalah sekitar 150 juta atau 56% dari total populasi. Tentunya, data tersebut dipublikasikan sebelum pandemi merebak. Jika dikaitkan dengan keadaan saat ini, penggunaan internet dapat dikatakan meningkat, termasuk dalam istilah penggunaan media sosial.

Terkait dengan hal ini, tatanan masyarakat yang tadinya sebagian besar dihabiskan secara langsung kini perlahan didampingi oleh tatanan masyarakat digital. Lebih lanjut, dengan adanya keadaan ini, masyarakat makin terbiasa dengan penggunaan media sosial untuk berinteraksi. Maka muncul istilah online presence.

 

Secara umum, dapat dipahami bahwa online presence adalah keberadaan di dalam ruang online (dalam istilah ini, penulis mengarah ke media sosial) yang disebutkan tadi. Keberadaan ini dapat dikatakan sama dengan "bagaimana" seseorang dikenali di masyarakat secara langsung. Sebagai contoh, seseorang di lingkungan A dikenal sebagai orang yang profesinya sebagai dokter, atau seorang mahasiswa di lingkungan B dikenal masyarakat sebagai mahasiswa yang aktif di kegiatan pengabdian sosial. 

Dalam online presence, seseorang membaur dalam masyarakat. Ia dapat menampakkan diri (identitas secara umum) di antara masyarakat online tersebut. Satu hal penting yang dapat dicatat, media sosial yang sifatnya global tidak membatasi siapa yang melihat keberadaan seseorang. Katakanlah, jika di kehidupan nyata (terlepas dari online presence), seseorang dikenal sebagai aktivis di lingkungan A, namun di lingkungan B ia dikenal sebagai seniman. Sebaliknya, dengan adanya ruang digital berupa media sosial sebagai ruang berinteraksi, dengan satu kali berkunjung ke profil seseorang, orang lain dapat melihat bagaimana role orang yang ia kunjungi tadi di masyarakat. Secara global.

Sebagai masyarakat yang hidup di era ini, membangun eksistensi di dunia online dirasa sangat perlu. Memposisikan diri baik di dunia offline maupun online sama pentingnya. Dengan adanya media sosial, bahkan seseorang akan lebih mudah menunjukkan dirinya. Terkait dengan pentingnya menyusun dan membangun keberadaan ini terdiri dari beberapa faktor. Faktor utamanya adalah keadaan saat ini, serta keadaan di masa depan. Tahun ini dapat dikatakan sebagai transformasi besar-besaran, dan tidak menutup kemungkinan di masa depan, sosialisasi akan dilakukan sebagian besar secara daring (pun tetap melakukannya secara langsung). Ketika era itu sudah sampai, maka masing-masing orang sudah punya struktur yang kuat untuk berbaur dalam masyarakat online.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masih Tentang Hari Kemarin

Dan Dia

Kembali Bertemu