Apa Cuma Gue?

Apa cuma gue cewek yang oke oke aja kalo motoran malem-malem?

Apa cuma gue yang selalu pake baju item dan ga suka baju pink?

Apa cuma gue yang ga pernah nongki cantik?

Apa cuma gue?

Sedikit menoleh ke belakang, di zaman sekolah menengah. Aku sempat memfavoritkan kalimat-kalimat apa cuma gue dan kalimat sejenis. Rasanya, ada kebangaan tersendiri ketika berhasil membuktikan bahwa iya, cuma gue yang kayak gitu di circle gue. Dari situ, aku sadar kalau aku itu spesial, aku itu berbeda dari kebanyakan perempuan. Ketika perempuan seumuranku kala itu sedang ngefans sama aktor dan aktris yang tengah trending, aku malah ngefans-nya sama karakter anime.

Seiring berjalannya waktu, semakin bosan dengan konsep apa cuma gue. Di usia yang diklaim sebagai usia dewasa muda, perlahan aku mencoba menyelami lebih dalam kebiasaan atau hal-hal yang dulunya aku sukai. Salah satunya itu tadi.

Menelisik lebih lanjut, aku sempat bertanya dan ditanya oleh diriku. Sebenarnya, kenapa ya dulu punya pola pikir begitu. Lama kelamaan, aku mengambil konklusi bahwa pada saat itu, usia remaja. Remaja biasanya ingin mengaktualisasikan diri. Di sini poinnya, salah satu wujud aktualisasi itu adalah dengan merasa spesial, merasa keren karena berbeda dari perempuan lain.

Selain wujud merasa spesial karena berbeda, kalimat tersebut secara tidak langsung membuat aku memandang perempuan yang prinsip dan cara mengekspresikan dirinya dengan meremehkan. Seolah-olah, aku yang bukan mayoritas adalah yang terbaik. Padahal, yang namanya manusia itu dinamis. Setiap manusia punya cara tersendiri dalam hidup dan mengekspresikan diri, pun ada banyak hal yang menjadi latar belakangnya. Salah satunya, lingkungan seperti keluarga, pertemanan dan lain sebagainya.

Lanjutnya, perilaku ini ternyata ada istilahnya yaitu internalized misogyny. Memahami makna istilah ini, ada kaitannya dengan kata misoginy. Jadi aku tambahkan sedikit, kalau misogyny itu singkatnya ketidaksukaan, rasa meremehkan, atau bahkan benci kepada perempuan (dari sisi laki-laki). Kalau ia datangnya dari perempuan kepada sesama perempuan, barulah ia disebut internalized misogyny. Secara literal, misogini yang terinternalisasi. Internalized misogyny ini bisa berupa sikap meremehkan hal yang dilakukan oleh perempuan lain, atau sampai mengatur bagaimana harusnya perempuan bersikap. Dikatakan internal karena muncul dari grup intern (sesama perempuan).

Misalnya nih, aku lihat perempuan dandan. Terus, aku bilang, kok menor amat sih. Atau melihat perempuan pakai baju yang menunjukkan sisi feminitas, aku bergumam pake baju mencolok amat sih.

Kadang, manusia punya kecenderungan untuk merasa eksklusif, atau juga merasa berbeda daripada yang lain, dengan anggapan dialah yang terbaik. Dari sini, ada poin penting yang kupelajari lagi. Bahwasanya...

Manusia itu punya cara tersendiri dalam mengekspresikan diri. Manusia punya rasa nyaman sendiri akan sesuatu. Perempuan, adalah manusia.


 


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masih Tentang Hari Kemarin

Dan Dia

Kembali Bertemu