Hanya Kalau Ada Dia

Bertemu dengan orang-orang adalah hal yang kerap membosankan pun membangkitkan tanya akan mengapa, hingga akhirnya aku menemukan jawabannya. 

Siang itu, aku menemani temanku. Ia adalah founder dari komunitas yang saat ini tengah aku ikuti. Ada sesuatu yang perlu dilakukan hari ini, sehingga aku ikut menemaninya. Kalau boleh jujur, seingatku ini adalah yang pertama kalinya kami pergi berdua, benar-benar berdua saja. Aku dan dia. 

Di tempat yang kami tuju, ada beberapa hal yang sedang diproses sehingga kami harus menunggu. Temanku cukup aktif, sehingga kami mengobrol banyak hal. Salah satunya adalah, tentang interaksi sosial. Agar tidak terasa terlalu akademis, aku tulis interaksi saja deh.

Aku bercerita tentang kesan pertamaku saat mengikuti komunitas itu, bagaimana yang aku rasakan, serta bagaimana interaksiku. Sepertinya temanku ini cukup tahu kalau aku tipe yang termasuk baru di dunia komunitas. Cukup menarik sampai akhirnya membahas interaksi, mengingat aku sempat punya kecenderungan untuk membatasi pertemuan dengan orang-orang. Aku hanya ingin mengobrol dengan satu atau dua orang saja, introvert katanya.

Sedikit kilas balik, dulu aku punya sahabat karib yang benar-benar dekat. Aku selalu pergi bersamanya dalam berbagai keadaan. Hingga akhirnya timbul mindset aku hanya akan pergi kalau ada dia di pikiranku. Sudah dapat gambaran? 

Konsep pemikiran sedemikian rupa membuatku nyaman. Aku merasa tidak takut untuk pergi ke tempat umum, selama ada dia (sahabatku) di dekatku. Aku tidak perlu merasa tidak nyaman karena harus berbicara dengan orang asing. Aku tidak harus ambil pusing ketika ingin bertanya, aku bisa bertanya dengan sahabatku saja.

Singkat cerita, yang namanya waktu akan membatasi pertemuan. Pun, aku dan temanku. Saat di mana kami harus terpisah karena tujuan pendidikan yang sudah berbeda, maka dari sanalah aku mulai belajar banyak hal. Awalnya, sedih karena mau keluar, bingung mau ajak siapa. Hanya kalau ada dia, sih. Alhasil, cenderung menarik diri kalau ada pertemuan di luar, seperti pertemuan teman-teman satu ekskul di sekolah dulu. Begitu. Baru ikut lagi-lagi hanya kalau ada dia.

Setelah dipikir-pikir, rasanya yang namanya manusia itu tidak bisa seratus persen bergantung. Pada akhirnya, lagi-lagi waktu membatasi dan ruang lingkup juga dibatasi. Setiap orang punya kehidupan sendiri, dan kita tidak bisa terus-terusan menjadikan orang lain sebagai alasan (untuk hadir, pergi, dan lain sebagainya). We have our own life after all.

Selain itu, melepaskan mindset demikian juga secara tidak langsung membuat kita menemukan sisi lain dari diri kita. Barangkali, kalau kita bertemu sahabat kita, kita membentuk citra seperti ini. Tapi ketika dengan orang baru, tentu citra yang dihasilkan akan lebih berbeda. Plus, apa tidak bosan jika bertemu dengan orang yang itu-itu saja?

Terlepas dari narasi di atas, bertemu orang-orang baru bisa memperluas jaringan dan membuka pikiran. Manusia dengan sejuta latar belakang yang berbeda, pemikiran berbeda yang terbentuk dari pengalaman yang berbeda. Bukankah menarik untuk didengarkan?

 

 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masih Tentang Hari Kemarin

Dan Dia

Kembali Bertemu