Potret Privasi

Kalau kamu upload foto yang menyertakan wajahku, tolong blur atau dikasih stiker ya!

Mungkin, permintaan di atas terasa cukup berlebihan. Lebay. Kalau dipikir-pikir, siapa juga yang peduli. Namun, tahukah kita kalau nilai akan privasi itu berbeda-beda bagi setiap orang? 

Aku sempat bertemu dengan beberapa orang yang benar-benar menghindari kamera. Kala itu, aku heran dengan mereka.  

Bukankah cuma foto?

Orang-orang demikian cukup menarik perhatianku. Di sana aku mulai sadar sebuah pelajaran berharga, the value of privacy.

Selain kasus yang disebutkan di atas, aku juga sempat bertemu dengan teman-teman yang tertutup dengan kehidupan pribadinya di media sosial. Mereka tidak pernah mengunggah sedikit pun potret mereka. Jangankan potret wajah, pun potret secangkir kopi adalah hal yang tidak bisa ditemukan di timeline mereka. Tidak ada informasi khusus tentang mereka. Padahal yang aku pahami saat itu; media sosial merupakan ajang aktualisasi diri. 

Seiring berjalannya waktu, fitur di media sosial semakin bertambah. Bukan hanya foto dan video di kolom timeline atau feed, tapi juga story singkat di mana pengguna bisa mengunggah foto atau video dalam waktu yang singkat. Temanku tadi, mereka sangat jarang bahkan tidak pernah menggunakan fitur tersebut sama sekali. Minimal memotret buku pelajaran sekolah, sepatu atau hanya langit-langit.

Aku sempat bertanya kepada teman-teman yang tidak pernah memublikasikan hal-hal yang ia lakukan termasuk potret dirinya. Jawaabannya adalah; privasi.

Satu potret yang kita unggah ke media bisa saja merupakan hal yang sebetulnya privat dalam hidup. Satu potret yang kita unggah ke media bisa saja menjadi hal yang abadi, di arsip orang lain. Entah cerita apa yang akan terbentuk di masa depan dari potret tersebut.


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masih Tentang Hari Kemarin

Dan Dia

Kembali Bertemu